Hukum Adat dan Masyarakat Hukum Adat


Hukum Adat merupakan hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat adat karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika masyarakat adat. Hukum adat berbeda dengan adat istiadat, yang dinamakan hukum adat harus mengandung sanksi tertentu, baik berupa sanksi fisik maupun denda lainnya. Dimana-mana diseluruh Indonesia orang mulai ramai membicarakan eksistensi hukum adat dan manfaatnya bagi kehidupan masyarakat adat.

Hal ini membuat pemerintah mulai mengambil berbagai kebijakan terkait dengan hukum adat. Persoalan yang muncul terkait dengan ketaatan masyarakat terhadap hukum adat adalah Hukum adat kadang-kadang hanya dipandang sebagai bagian dari sistem hukum di Indonesia, tetapi penghargaan terhadap eksistensinya semakin luntur akibat kurang adanya perhatian dari pemerintah dan juga kepedulian dari masyarakat adat terutama generasi muda yang terpengaruh dengan budaya lain atau perkembangan masyarakat yang mengglobal (mendunia). Pada hal kini orang mulai mencari-cari akar budayanya untuk membangun bangsa dan negara. Contoh Jepang dan Korea Selatan yang maju dan modern tanpa meninggalkan adat dan hukum adat mereka.


http://bocahpinggiran.files.wordpress.com/2008/11/adat.jpg



Perkembangan terakhir ini memperlihatkan bahwa, fungsi dan peran hukum adat di dalam masyarakat adat, menjadi agak kendor, sehingga dapat dikatakan menjadi kurang berdaya menghadapi berbagai kebijakan pemerintah yang lebih berorientasi pada pembangunan dan pengembangan ekonomi sehingga mengabaikan prinsip-prinsip dasar dari sebuah persekutuan hukum yang sudah lama mapan, sering terabaikan.

Hukum adat adalah hukum yang sebagian besar tidak tertulis dan merupakan asas-asas atau prinsip-prinsip yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat adat, untuk mengatur hubungan-hubungan antar anggota masyarakat dalam suatu pergaulan hidup.

Hukum adat adalah bagian dari hukum yang berasal dari adat istiadat yakni kaidah-kaidah sosial yang dibuat dan dipertahankan oleh para fungsionaris hukum (penguasa yang berwibawa) dan berlaku serta dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum dalam masyarakat Indonesia.

Menurut van Vollenhoven, untuk terbentuknya hukum adat janganlah menggunakan suatu teori, tetapi haruslah melihat kenyataan. Ter Haar Bzn mengatakan bahwa hukum adat yang berlaku hanya dapat dilihat dari petugas hukum seperti kepala adat, hakim adat, rapat adat dan perabot desa melalui suatu penetapan hukum. Logeman, mengatakan peraturan itu dikatakan sebagai hukum dilihat dari aspek sanksinya. Soepomo mengatakan bahwa hukum adat adalah peraturan mengenai tingkah laku manusia.

Di dalam masyarakat hukum adat yang merupakan suatu bentuk kehidupan bersama yang warga-warganya hidup bersama untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. Ternyata kebudayaan itu ada dan terlihat pada struktur-struktur yang secara tradisional diakui untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat.

Menurut Hasairin, masyarakat hukum adat seperti desa di Jawa, marga di Sumatera, manua di Sulawesi Selatan, Nagari di Minangkabau, Kuria di Tapanuli adalah kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Bentuk kekeluargaannya (patrilineal, matrilineal atau bilateral) mempengaruhi sistem pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil air ditambah sedikit dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan, semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri komunal, dimana gotong-royong, tolong-menolong, sangat terasa dan semakin mempunyai peran yang besar.

Tanda-tanda yang dapat dipergunakan untuk melihat apakah masyarakat masih menggunakan hukum adat atau tidak adalah sebagai berikut :

  1. Didalam masyarakat tersebut ada aturan-aturan normatif, rumusan-rumusan dalam bentuk peribahasa atau asas-asas hukum yang tidak tertulis.
  2. Ada keteraturan di dalam melaksanakan rumusan-rumusan dalam bentuk peribahasa atau asas-asas hukum yang tidak tertulis tersebut melalui keputusan-keputusan kepala adat, musyawarah adat masyarakat adat setempat (keputusan dewan adat).
  3. Ada proses atau tata cara yang diakui masyarakat tentang penyelesaian suatu masalah khususnya suatu sengketa.
  4. Ada pengenaan sanksi maupun paksaan terhadap pelanggaran aturan-aturan normatif tersebut pada butir 1 diatas.
  5. Ada lembaga-lembaga khusus dibidang sosial, ekonomi maupun politik.

Sebenarnya negara atau pemerintah bukan sekedar meminta persetujuan atau kesepakatan, tetapi lebih dari itu harus memberikan akses yang luas kepada masyarakat adat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan, sehingga mereka tidak termarjinalisasi (terpinggirkan).

Masyarakat adat sebagai bagian dari struktur pemerintahan negara pada umumnya, harus diposisikan sebagai bagian integral dalam proses pembangunan. Artinya partisipasi aktif masyarakat harus direspons secara positif oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan keputusan-keputusan politik maupun hukum. Masyarakat adat jangan dibangun berdasarkan kemauan pemerintah semata-mata, tetapi harus diberikan kebebasan untuk berkreasi sesuai potensi yang dimiliki, sehingga ada keseimbangan. Kebijakan pembangunan harus integrated (terpadu) dengan tetap berbasis pada masyarakat adat yang mempunyai hukum adat, sebagai bagian dari sistem hukum nasional yang patut diakui eksistensinya. Selanjutnya >>>


No comments:

ENDEMIK DAERAH

JURNAL PENELITIAN

Paling Populer